banner

banner

Breaking News

Sadis, Gadis 20 Tahun Diperkosa Masal Secara Brutal

AwasiNews.com - Sungguh malang nasib gadis muslim berusia 20 tahun ini usai mengalami serangkaian aksi pemerkosaan secara brutal oleh tentara meliter Myanmar. Warga muslim Rohingya kini telah melarikan diri dari Myanmar sejak tahun 1970-an. Namun tahun lalu, selama beberapa bulan saja ada lebih dari 700.000 orang yang melarikan diri ke Bangladesh untuk menghindari kebrutalan dan kekerasan yang terjadi di kampung halaman mereka. Tidak ada yang tahu berapa banyak orang yang terbunuh saat itu, namun satu hal jelas: Ini adalah salah satu peristiwa genosida terburuk dalam sejarah modern Asia Selatan.
Fatima adalah salah satu yang selamat. Dia membersihkan gigi dengan jari-jarinya, membersihkan gusi yang meradang karena terlalu banyak mengunyah tembakau dan daun sirih. Kebiasaan itu bisa sedikit membantunya menghadapi masa-masa yang sangat traumatis, namun telah membuat giginya menjadi hitam.
Fatima berusia sekitar 20 tahun dan memiliki dua anak lelaki. Sebelum melarikan diri dari Myanmar, dia diperkosa 30 hingga 40 kali dalam semalam. Dia tidak ingat lagi tepatnya berapa kali atau berapa banyak lelaki yang memperkosanya.
"Aku meninggalkan tubuhku di sana," katanya dengan suara lembut, tatapannya tertuju ke tanah.
Kami duduk di atas karpet bergaris-garis pirus dan merah di ruang depan pondok Fatima. Suaminya, Ali, dua tahun lebih tua dari dia, duduk di sampingnya saat Fatima menceritakan kisahnya.
Tahun 2017 Ali terpaksa meninggalkan desanya, seperti banyak orang lainnya, untuk menghindari aksi pembunuhan membabi-buta oleh milisi yang datang. Dia meninggalkan istrinya dan putra mereka yang masih bayi.
Beberapa malam kemudian, milisi menyeret Fatima dan perempuan lain - banyak dari mereka bersembunyi di sebuah gubuk - ke hutan. Para milisi lalu memerkosa berulang kali. Tidak ada yang mendengar teriakan dan jeritan mereka. Suami dan saudara-saudara mereka sudah mati atau melarikan diri.
Entah bagaimana, Fatima berhasil kembali ke desanya. Dia mendapat perawatan sebelum mati karena pendarahan parah. Namun dia kemungkinan tidak bisa memiliki anak lagi.
Dengan mertuanya, Fatima melarikan diri menyeberang sungai ke perbatasan Bangladesh. Organisasi bantuan internasional lalu membantu dia menemukan suaminya.
Tapi banyak lelaki Rohingya yang meninggalkan pasangan mereka setelah jadi korban perkosaan. Untungnya Ali tidak demikian.
"Saya tidak punya masalah untuk tetap bersama dia," kata Ali. Fatima tidak memilih nasib seperti yang dia alami, tambahnya.
Fatima dan Ali tinggal di salah satu kamp ilegal Kutupalong, yang dibangun dengan cepat tahun lalu untuk menampung orang-orang yang terlantar yang mencapai jumlah ratusan ribu. Konstruksi tempat tinggal mereka memang dimaksudkan sebagai tempat tinggal darurat, bukan sebagai akomodasi jangka panjang.
Fatima dan Ali memperkirakan, mereka akan tetap tinggal di sana untuk waktu lama. Pemerintah Myanmar belum mengambil langkah-langkah untuk mengeluarkan dokumen resmi bagi warga Muslim Rohingya yang mengungsi atau mengijinkan mereka untuk pulang. Tanpa dokumen yang sah, para pengungsi secara resmi adalah orang tanpa kewarganegaraan, dan tergantung pada belas kasihan pemerintah Bangladesh.(sumber:detik.com)

Tidak ada komentar